Wednesday, May 20, 2009

High Concept, High Touch

KEKUATAN OTAK KANAN

Seorang teman mengatakan, bahwa dia benar-benar tidak punya jiwa seni. Belasan tahun dia tinggal di sebuah kota yang memiliki keindahan alam dan budaya luar biasa, tetapi dia baru ‘melihat’ keindahan itu setelah saya memotretnya dan menunjukkan foto-foto itu kepadanya (padahal saya hanyalah fotografer jadi-jadian, yang memotret hanya dengan ‘auto mode on’ …).

Betty Edwards dalam bukunya “Drawing on The Right Side of The Brain” (1979) menolak gagasan bahwa sebagian orang tidak memiliki kemampuan artistik. ‘Menggambar’ sesungguhnya tidaklah sulit, ia berkata. Yang menjadi masalah adalah ‘melihat’. Dan rahasia untuk melihat — benar-benar melihat — adalah menenangkan otak kiri yang serba tahu sehingga otak kanan yang lebih lembut mengerahkan kekuatannya yang luar biasa.

Otak kiri? Otak kanan?

Otak kita adalah ciptaan Allah yang luar biasa. Otak terdiri atas 100 milyar sel, masing-masing sel berhubungan dan berkomunikasi dengan 10.000 koleganya. Secara bersama-sama mereka membentuk jaringan dari satu quadrillion (1.000.000.000. 000.000) hubungan yang menuntun bagaimana kita berbicara, makan, bergerak, dan melakukan segala aktivitas hidup.

Dalam bentuk yang ‘mengerikan’ ini terdapat kemampuan yang melebihi kerja komputer paling canggih sekalipun. Otak kanan dan otak kiri, saling berdampingan.

Otak terdiri atas dua belahan, “otak kiri” dan “otak kanan”. Belahan kiri bersifat rasional, analitis, dan logis, sedangkan belahan kanan bersifat diam, tidak linear, dan naluriah. Belahan otak kiri berpikir secara berurutan, superior dalam analisa, dan mengendalikan kata-kata. Belahan otak kanan berpikir secara holistik, mengenali pola-pola, serta menafsirkan emosi-emosi dan ekspresi-ekspresi nonverbal.

Pada masa Hippocrates, para dokter percaya bahwa otak kiri adalah bagian tubuh kita yang paling penting. Tahun 1860 neurolog Perancis Paul Broca menemukan bahwa otak kiri mengontrol kemampuan berbahasa. Bahasa adalah kemampuan yang membedakan manusia dengan binatang. Oleh karena itu, sisi kiri otak adalah apa yang membuat kita menjadi manusia. Dua abad kemudian, terbukti bahwa pendapat ini keliru. Otak kanan memiliki fungsi yang berbeda, namun sama penting dengan otak kiri. Kedua belahan otak ini bekerja secara bersama-sama, menjadi dasar bertindak bagi seseorang dalam merespon apa yang terjadi di sekelilingnya.

Kemampuan berbahasa seseorang dikelola dari otak kiri. Namun, otak kanan tidak menyerahkan tanggungjawab sepenuhnya kepada otak kiri. Kedua sisi tersebut melakukan fungsi yang saling melengkapi.

“The Thinker”, patung karya Auguste Rodin (1902) yang sangat terkenal. Rodin sendiri adalah pemilik otak kanan yang sangat cemerlang

Setelah berbulan-bulan mendekati gadis idamannya, suatu ketika seorang pemuda mengajak sang gadis makan malam berdua di sebuah restoran. Setelah diam sejenak, si gadis tersenyum dan mengatakan bahwa makanan di restoran itu enak sekali, dan suasananya romantis. Otak kiri sang pemuda menerima informasi bahwa restoran yang akan mereka kunjungi menyajikan makanan enak dan suasana nyaman, sedang otak kanannya memberi tahu bahwa sang gadis siap menjalin hubungan yang lebih dekat dengannya. Otak kiri memahami teks, otak kanan menafsirkan konteks.

Sebagian orang lebih nyaman dengan penalaran yang logis dan berurutan seperti komputer. Mereka cenderung menjadi pengacara, akuntan, insinyur. Cara berpikir mereka adalah L-Directed Thinking, mengutamakan otak kiri. Sebagian orang yang lain lebih cocok dengan penalaran yang holistik, intuitif, non-linier. Mereka cenderung menjadi desainer, penghibur, seniman, konselor. Mereka berpikir secara R-Directed Thinking, lebih mengutamakan otak kanan.

Sketsa otak manusia yang dibuat oleh seniman Priyan Weerappul, di’masukkan’ ke dalam profil David karya Michelangelo.

Kalau kita menengok ke belakang, mulai dari abad ke-18, maka kehidupan manusia di muka bumi telah mengalami beberapa kali perubahan era. Pada abad ke-18, kita berada di Era Agrikultur, dimana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menjadi petani. Pada abad ke-19, kita masuk ke Era Industri, manakala sebagian besar orang mencari penghidupan dari pabrik. Abad ke-20 adalah Era Informasi, yaitu ketika para ‘pekerja pengetahuan’ menguasai dunia dengan teknologi informasi digital. Nah, abad ke-21 adalah Era Konseptual, ketika teknologi sudah menjadi sedemikian mudah diperoleh, sehingga orang membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekedar benda yang memiliki fungsi. Perubahan era pada tiap abad itu disebabkan oleh tiga hal, yaitu affluence, technology, dan globalization.

Kita telah pindah dari suatu perekonomian yang dibangun berdasarkan tenaga manusia kepada sebuah perekonomian yang didasarkan pada otak kiri manusia, dan ke depan perekonomian akan berubah lagi, berdasarkan pada otak kanan manusia. Teknologi tinggi tidak lagi cukup. Kita perlu melengkapi kemampuan-kemampuan teknologi tinggi dengan kemampuan-kemampuan yang merupakan high concept dan high touch.

Mozart, musiknya dikatakan mampu keningkatkan kecerdasan bayi yang masih ada dalam kandungan

High Concept mencakup kemampuan untuk menciptakan keindahan yang artistik dan emosional, untuk mendeteksi pola-pola dan peluang-peluang, menyusun repertoar yang mengesankan, dan menggabungkan ide-ide yang tampaknya tidak berhubungan ke dalam suatu penemuan baru.

High Touch mencakup kemampuan untuk memberikan simpati, memahami seluk beluk interaksi manusia, mendapatkan kesenangan dalam diri seseorang dan memberikannya kepada orang lain, dan melewati kehidupan sehari-hari dalam mencari tujuan dan makna.

Di Era Konseptual, seorang pemegang gelar MFA (Master of Fine Arts) lebih dibutuhkan perusahaan dan dunia bisnis dari pada seorang MBA (Master of Business Administration). Ketika ekonomi dan teknologi sudah berlimpah, maka untuk membedakan barang dan jasa yang ditawarkan adalah dengan membuatnya menjadi indah secara fisik dan menarik secara emosional. Maka kemampuan-kemampuan high concept dari seorang seniman seringkali lebih bernilai daripada keahlian-keahlian otak kiri.

Einstein, jenius yang eksentrik

Pada Era Konseptual, kita perlu melengkapi penalaran yang diarahkan otak kiri kita dengan menguasai enam kecerdasan penting yang diarahkan oleh otak kanan. Enam kecerdasan high concept, high touch ini akan membantu mengembangkan sebuah pikiran yang benar-benar baru, yang dituntut oleh era baru ini.

1. Tidak hanya fungsi, tapi juga DESAIN. Tidak memadai lagi menciptakan sebuah produk, jasa, dan gaya hidup yang semata-mata fungsional. Saat ini adalah saat yang secara ekonomi penting dan berharga bagi setiap orang untuk menciptakan sesuatu yang juga indah, fantastis, dan menarik secara emosional.

2. Tidak hanya argumen, tapi juga CERITA. Ketika hidup kita penuh dengan informasi dan data, mengumpulkan argumen saja tidaklah memadai. Seseorang entah dimana pasti akan menemukan sesuatu yang berbeda untuk mengcounter maksud kita. Di titik inilah persuasi, komunikasi, dan pemahaman diri diperlukan untuk menciptakan suatu kisah yang menarik.

3. Tidak hanya fokus, tapi juga SIMPONI. Banyak hal di era industri dan era informasi membutuhkan fokus dan spesialisasi. Namun ketika pekerjaan ‘kerah putih’ dialihkan ke Asia (seperti misalnya teknologi komputer ke India), dan direduksi ke dalam software, ada sebuah penghargaan pada kecerdasan sebaliknya : menggabungkan bagian-bagian, atau membentuk simponi. Apa yang menjadi permintaan terbesar saat ini bukanlah analisa namun sintesa, melihat keseluruhan perspektif, melintasi batasan-batasan, dan dapat mengkombinasikan bagian-bagian terpisah ke dalam satu kesatuan baru yang mengesankan.

4. Tidak hanya logika, tapi juga EMPATI. Pemikiran logis adalah salah satu hal yang membuat kita menjadi manusia. Namun dalam sebuah dunia yang penuh dengan informasi dan alat-alat analitis yang maju, logika saja tidak cukup lagi. Apa yang akan membuat seseorang atau satu kelompok lebih maju adalah kemampuan mereka untuk memahami relasi dengan orang lain, mempererat hubungan, dan peduli kepada orang lain.

5. Tidk hanya keseriusan, tapi juga PERMAINAN. Sudah pasti setiap pekerjaan harus dipikirkan secara serius, tetapi bersikap tenang, memiliki selera humor yang baik, dan kemampuan untuk bermain membuat terciptanya keseimbangan dan tercapainya kesuksesan.

6. Tidak hanya akumulasi,tapi juga MAKNA. Kita hidup dalam dunia yang berisi kelimpahan materi. Kesejahteraan itu membebaskan kita dari perjuangan sehari-hari untuk sekedar mempertahankan hidup. Kita memiliki kebebasan untuk memperoleh kesenangan-kesenang an yang lebih bermakna : tujuan, transendensi, dan pemenuhan spiritual.

(Sumber : “Misteri Otak Kanan Manusia”, Daniel H. Pink, 2007, foto : Wikipedia)

__._,_.___

No comments:

Followers

Related Posts with Thumbnails